BAB
I
PENDAHULUAN
Transportasi laut (Angkutan laut)
berperan penting dalam dunia perdagangan internasional maupun domestik.
Transportasi laut juga membuka akses dan menghubungkan wilayah pulau, baik
daerah yang sudah maju maupun daerah yang masih terisolasi. Sebagai negara
kepulauan (archipelagic state), indonesia memang sangat membutuhkan
transportasi laut.
Allega (2001) dalam perspektif
geografis mengingatkan bahwa tantangan globalisasi yang berkaitan dengan
kelautan adalah transportasi laut, sistem komunikasi, urbanisasi di wilayah
pesisir, dan pariwisata bahari. Karena itu diperlukan kebijakan kelautan yang
mengakomodasi transportasi laut disebuah
negeri bahari.
Perkembangan transportasi laut di
Indonesia sampai saat ini masih dikuasai oleh pihak asing. Di bidang
transportasi laut, Indonesia ternyata belum memiliki armada kapal yang memadai
dari segi jumlah maupun kapasitasnya. Data tahun 2001 menunjukkan, kapasitas
share armada nasional terhadap angkutan luar negeri yang mencapai 345 juta ton
hanya mencapai 5,6 persen. Adapun share armada nasional terhadap angkutan dalam
negeri yang mencapai 170 juta ton hanya mencapai 56,4 persen. Kondisi semacam
ini tentu sangat mengkhawatirkan terutama dalam menghadapi era perdagangan
bebas.
BAB
II
uraian
2.1. Perkembangan Angkutan Laut
Pelayaran komersial
atau niaga dimulai sekitar 300 tahun SM, bersamaan dengan tumbuhnya kegiatan
perdagangan disekitar laut tengah. Bangsa Mesir adalah yang pertama kali
melakukan pelayaran komersial tersebut. Kemudian diikuti oleh bangsa Yunani
sekitar 500 tahun SM.
Pelayaran antar
benua terjadi setelah bangsa Spanyol dan Portugis berhasil membuka hubungan
antara eropa dengan asia dan afrika, kemudian diikuti oleh belanda, inggris,
dan perancis yang melakukan kegiatan perdagangan antar bangsa.
Di Indonesia
peranan angkutan laut sangat penting artinya karena indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki 17.508 pulau. Membina angkutan laut tidak hanya
memperlancar hubungan antar pulau/daerah yang merupakan satu kesatuan wilayah
(wawasan nusantara), tetapi juga akan membuka sumber-sumber kehidupan rakyat
yang lebih luas dan lebih merata diseluruh wilayah.
Dari tahun 1988
sampai dengan 1993 terjadi penambahan jumlah perusahaan pelayaran yang sangat
pesat, baik pelayaran Nusantara maupun pelayaran Lokal. Hal ini mengakibatkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam memperebutkan muatan, berupa
discount tarif dan sebagainya. Terlalu banyaknya perusahaan pelayaran
menimbulkan kesukaran dalam pembinaan karena sebagian besar perusahaan dalam
keadaan yang tidak sehat, sehingga perlu disederhanakan/dikurangi jumlah
perusahaan untuk pengembangan kearah yang lebih sehat/produktif.
Hasil monitoring perkembangan
perusahaan pelayaran tahun 1993 menunjukkan jumlah perusahaan pelayaran yang
telah memiliki SIU sejumlah 1.057 perusahaan, meningkat 94,65% dari tahun 1992.
Perusahaan pelayaran rakyat sejumlah 583 perusahaan dan perusahaan non
pelayaran yang memiliki SIOPN sebanyak 399 perusahaan. Disamping itu, terdapat
perusahaan penunjang angkutan laut, yaitu:
1.
Perusahaan
bongkar muat (PBM) meningkat dari 432 perusahaan pada tahun 1988 menjadi 844
pada tahun 1993 atau naik 95%.
2.
Perusahaan
ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) meningkat dari 395 perusahaan pada tahun
1989 menjadi 826 perusahaan pada tahun 1993 atau naik 103,8%.
3.
Perusahaan
jasa pengurusan transportasi (JPT) meningkat dari 386 perusahaan pada tahun
1989 menjadi 916 perusahaan pada tahun 1993 atau naik 109,5%.
4.
Pembentukan
koperasi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) per desember 1993 tercatat sebanyak
161 koperasi TKBM dengan jumlah tenaga kerja bongkar muat (TKBM) sebanyak
49.124 orang.
Perkembangan setiap jenis
perusahaan angkutan laut dari tahun 1988-1993 terlihat pada tabel berikut:
Tabel
2.1
Perkembangan
Perusahaan Angkutan Laut
No
|
Jumlah Perusahaan
Jenis Usaha
|
1988
|
1989
|
1990
|
1991
|
1992
|
1993
|
1
|
Perusahaan
pelayaran
|
543
|
521
|
692
|
839
|
939
|
1.057
|
2
|
Pelayaran
rakyat
|
406
|
430
|
462
|
608
|
616
|
583
|
3
|
Nonpelayaran
|
200
|
1.993
|
258
|
323
|
359
|
399
|
4
|
PBM
|
432
|
571
|
6.990
|
747
|
796
|
844
|
5
|
EMKL
|
443
|
395
|
537
|
616
|
652
|
826
|
6
|
JPT
|
-
|
386
|
447
|
569
|
622
|
914
|
7
|
Koperasi
TKBM
|
-
|
-
|
155
|
156
|
161
|
161
|
Sumber :
Laporan Tahunan Departemen Perhubungan 1993/994
Keberhasilan
pembangunan menyebabkan meningkatnya produksi diberbagai sektor dan hal ini
menyebabkan muatan angkutan laut dari tahun ketahun mengalamipeningkatan pula.
Dalam pelita IV
muatan angkutan laut telah berkembang dari 171.198.139 T/
,
pada tahun 1983 menjadi 202.793.049 T/
,
pada tahun 1988 yang berarti rata-rata naik 4,6% per tahun. Dengan demikian,
ditinjau dari perkembangan muatan angkutan laut menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan. Perkembangan muatan angkutan laut sejak tahun 1983 sampai
dengan 1993 dapat diketahui pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel
2.2
Perkembangan
Muatan Angkutan Laut 1987 s/d 1993
Tahun
|
Jenis Muatan
|
Jumlah
|
Total
|
Share (%)
|
||
Nasional
|
Asing
|
Nasional
|
Asing
|
|||
1987
|
DRY
CARGO
LIQ
CARGO
|
36.513.340
32.120.364
|
28.748.729
96.242.829
|
65.262.069
128.363.193
|
56
25
|
44
75
|
Jumlah
|
68.633.704
|
124.991.558
|
193.625.262
|
35
|
65
|
|
1988
|
DRY
CARGO
LIQ
CARGO
|
36.074.485
32.954.246
|
92.040.224
1o4.723.094
|
65.114.709
137.678.340
|
55
24
|
45
76
|
Jumlah
|
69.028.731
|
133.764.318
|
202.793.049
|
34
|
66
|
|
1989
|
DRY
CARGO
LIQ
CARGO
|
29.316.147
28.663.478
|
39.733.982
111.452.009
|
69.050.129
140.115.487
|
42
20
|
58
80
|
Jumlah
|
57.979.625
|
151.185.991
|
209.165.616
|
28
|
72
|
|
1990
|
DRY
CARGO
LIQ
CARGO
|
40.758.618
27.807.572
|
46.658.921
117.870.396
|
587.417.539
145.677.968
|
47
19
|
53
81
|
Jumlah
|
68.566.190
|
164.529.317
|
233.095.507
|
29
|
71
|
|
1991
|
DRY
CARGO
LIQ
CARGO
|
41.791.366
33.252.148
|
66.160.553
144.645.581
|
107.951.919
177.897.729
|
39
19
|
61
81
|
Jumlah
|
75.043.514
|
210.806.134
|
285.849.848
|
26
|
74
|
|
1992
|
DRY
CARGO
LIQ
CARGO
|
46.349.837
32.850.417
|
86.721.245
147.563.076
|
133.071.082
180.413.493
|
35
18
|
65
82
|
Jumlah
|
79.200.254
|
234.284.321
|
313.484.575
|
25
|
75
|
|
1993
|
DRY
CARGO
LIQ
CARGO
|
50.275.125
32.917.546
|
114.681.034
148.462.415
|
164.956.159
818.379.961
|
30
18
|
70
82
|
Jumlah
|
83.192.671
|
263.140.449
|
346.336.120
|
24
|
76
|
2.2. Ciri-ciri Angkutan Laut, Klasifikasi, dan Kapasitas Kapal
Ciri-ciri
pengangkutan laut adalah sebagai berikut:
a)
Jumlah
muatan barang maupun penumpang yang diangkut dalam jumlah yang besar dan jarak
yang jauh.
b)
Biaya
angkutan relatif lebih murah atau rendah.
c)
Kecepatan
berlayar rendah atau lambat, hanya mencapai 15 – 20 mil laut/jam.
d)
Banyaknya
handling cargo yang mengalami beberapa kali pengalihan pada waktu dimuat ke
kapal sampai dengan tujuan.
Kapal sebagai fasilitas
operasi/sarana angkutan, dilihat dari penggunaannya dibedakan atas kapal
penumpang dan kapal barang.
1.
Kapal
Penumpang
Perkembangan
kapal penumpang terjadi sewaktu meningkatnya arus imigrasi dari Eropa ke
Amerika dan Australia pada awal abad ke-19. Kapal penumpang juga melayari
secara teratur arus penumpang antara eropa dengan daerah koloni di asia dan
afrika.
2.
Kapal
Barang
Kapal
barang terdiri atas ruang palka yang dapat memuat berbagai jenis barang dan
dilengkapi dengan peralatan bongkar muat barang. Kemajuan teknologi kapal
barang terjadi sekitar tahun 1960 dengan kapasitas kapal sampai 200 DWT yang
digerakkan dengan mesin berkekuatan besar, ruang palka yang besar, dan
peralatan bongkar muat yang sempurna.
Berbagai
jenis kapal barang dapat dibedakan sebagai berikut:
a.
Kapal
general cargo, yang terdiri atas:
·
Kapal
container
·
Kapal
Ro-Ro (Roll on and Roll off)
·
Kapal
Lash atau kapal tongkang
·
Kapal
dry bulk cargo
b.
Kapal
tanker
c.
Kapal
bulk cargo (barang-barang curah)
d.
Kapal
serba guna (multi purpose vessel)
Kapal Container
Kapal ini mempunyai ruang datar
yang luas untuk memuat peti kemas yang diangkut dari dan ke dermaga dengan
menggunakan trukdan menggunakan crane khusus serta dilengkapi dengan komputer
agar penyusunan diruang kapal dapat disesuaikan dengan tujuan dari setiap peti
kemas. Kapal container berkapasitas sekitar 25.000 DWT, panjang rata-rata
180-210 meter dengan kecepatan sekitar 33 knots/jam. Daya angkut mencapai empat
kali daya angkut kapal barang biasa (konvensional) dan proses bongkar muat
barang lebih cepat.
Kapal Ro-R0
Kapal ini merupakan penyempurnaan
dari kapal container yang dilengkapi peralatan dengan roda untuk memudahkan
pengaturan container didalam kapal tersebut. Prinsip pada kapal Ro-Ro adalah
bahwa barang-barang yang diangkut ditempatkan diatas trailer atau rolling stock
lainya, dan trailer rolling stock berikut barang diatasnya ditarik oleh sebuah
traktorkedalam kapal dan sebaliknya. Keuntungan dari angkutan ini adalah bahwa
waktu muat/bongkar dapat dipersingkat.
Kapal Lash
Merupakan kapal
container yang dapat beroperasi sendiri setelah dilepas dari kapal induknya
berupa tongkang-tongkang. Hal ini disebabkan karena kapal tidak dapat merapat
ke dermaga karena keadaan dermaga yang bersangkutan tidak memungkinkan.
Kapal Dry Bulk Cargo (Kapal
Barang kering curah)
Merupakan kapal
yang mengangkut barang-barang curah seperti batu bara, bijih besi, dan hasil
tambang lainya.
Besarnya angkutan
tergantung pada sifat barang yang diangkut, jenis alat angkut, jarak yang
ditempuh, dan kecepatan rata-rata.
a.
Sifat
barang yang diangkut
Sifat
barang yang diangkut mencakup sifat fisik, berat, isi dan bentuk, menguap,
mencair, dan sebagainya serta nilainya diukur dalam satuan mata uang.
b.
Jenis
alat angkutan
Jenis
alat-alat angkutan mencakup sifat fisik dari alat angkutan yang bersangkutan,
apakah alat tersebut bergerak didaratan, dilaut, atau diudara. Alat angkutan
laut dapat dikelompokan dalam jenis kapal-kapal penumpang, kapal barang,
tanker, kapal pantai, kapal samudera. Jenis alat angkut tertentu, menunjukan
kapasitas angkut dengan jenis muatan yang tertentu pula.
c.
Jarak
yang ditempuh
Jarak
yang ditempuh mencakup kondisi fisik yang menunjukkan, apakah pada waktu
tertentu jarak A-B dapat ditempuh melalui darat, laut, udara, atau kombinasi.
Kondisi jarak yang harus ditempuh oleh kapal dipengaruhi oleh kondisi perairan,
alur, kedalaman, karang, dan ombak.
d.
Kecepatan
rata-rata
Kecepatan
rata-rata secara normal menunjukkan kemampuan alat angkut untuk mengangkut muatan
sesuai dengan jenisnya dalam waktu rata-rata yang diperlukan dimana waktu
berhenti untuk mengisi bahan bakar telah diperhitungkan.
Jenis kapal yang efisien
penggunaanya adalah sebagai berikut:
1)
Kapal
yang mengangkut barang terurai (bulk cargo), yaitu barang angkutan yang besar
dan volumenya besar, tetapi mudah bongkar muatnya.
2)
Kapal
yang mengangkut barang-barang yang tidak begitu tinggi nilainya dengan jarak
yang jauh.
2.3. Biaya Operasi Angkutan Laut
Jumlah
biaya jasa angkutan tergantung pada:
Ø
Jarak
dalam ukuran ton – kilometer
Ø
Tingkat
penggunaan kapasitas angkutan dalam ukuran waktu
Ø
Sifat
khusus muatan
Faktor utama yang
menentukan struktur biaya atau harga usaha pelayaran (shipping), dapat
dijelaskan oleh model dibawah ini, yang berlaku bagi harga jasa angkutan
sebanyak 1 ton muatan antara dua pelabuhan (2-port system) yang jarak J mil
sama diumpamakan bahwa kapal beroperasi antara dua pelabuhan (Abbas 1993:181).
J = Jarak antara kedua pelabuhan
(mil)
F = Biaya Tetap (fixed cost) per
tahun
V = Kecepatan berlayar
(knot-mil/jam)
C = Kapasitas angkut kapal (ton)
q = persentase muat rata-rata
(overage load factor)
B = kecepatan bongkar/muat
(ton/jam)
U = waktu deviasi dan waktu
manuver (jam per perjalanan)
T = waktu kerja efektif
keseluruhan (jam per tahun)
r = biaya berlayar (distance
cost) dari kapal per mil
s = biaya bongkar/muat per jam
t = biaya pelabuhan tiap kali
singgah (per call)
Selain
variabel-variabel tersebut di atas, terdapat pula biaya variabel lain yang
berhubungan dengan variabel-variabel diatas yang perlu diperhitungkan, yaitu:
N = jumlah perjalanan per tahun
M = jumlah muatan yang di angkut
(ton per tahun)
K = harga jasa angkutan per
muatan
Dengan menggunakan
simbol-simbol diatas, rumus untuk menghitung biaya angkutan per ton kapal antar
pelabuhan yang berjarak J mil sebagai berikut:
K
= F + J.r.N +
Jumlah perjalanan per tahun dapat
dinyatakan dengan rumus:
N
=
Jumlah muatan (dalam ton) yang
diangkut per tahun menjadi:
M
= C.q.N atau
M =
Untuk menghitung total
cost per unit (ton-km) digunakan rumus:
TC =
Di mana: TC = total cost per unit (ton-km)
= (biaya-biaya yang dikeluarkan selama
kapal dalam pelayaran)
D = jarak
I =
detention cost
= (biaya
yang dikeluarkan selama kapal dipelabuhan)
Untuk menghitung
operating
movement) adalah:
Di mana: mc
= total cost selama dalam pelayaran
mt = waktu/lamanya
berlayar
C = jumlah muatan yang diangkut (ton)
D = jarak yang ditempuh (km)
Untuk
menghitung idling cost/detention cost (I) adalah:
I =
Di mana: ic
= total biaya selama dipelabuhan
it = lama berlabuh
C = jumlah muatan
yang diangkut
2.4. Peramalan Lalu Lintas Barang dan Jumlah Kapal
Peramalan dari
suatu variabel atau beberapa variabel pada masa yang akan datang sangat
diperlukan sebagai dasar atau pedoman dalam pembuatan rencana transportasi masa
datang. Hal seperti ini adalah berlaku bagi setiap organisasi yang menginginkan
tercapainya ketahanan usaha, efisiensi, dan efektivitas yang mantap.
Data arus lalu
lintas barang antar pelabuhan dari tahun-tahun yang lalu merupakan informasi
untuk meramalkan arus lalu lintas antar pelabuhan pada tahun yang akan datang.
Dalam meramalkan besarnya lalu lintas perlu diperhatikan hal-hal berikut:
ü
Pertumbuhan
penduduk didaerah tersebut.
ü
Pertumbuhan
ekonomi.
Perkiraan kebutuhan
armada untuk wilayah pelayaran umpan (feederlines) dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a)
Penentuan
susunan trayek/Rute pelayaran umpan
Metode
yang digunakan untuk mendapatkan susunan trayek/rute untuk wilayah pelayaran
umpan adalah metode batas (boundary methods). Metode ini merupakan metode dua
tahap untuk menemukan suatu rute yang lengkap dengan memanfaatkan teorema
batas. N titik ditentukan oleh koordinat mereka X (i), Y(i) untuk i = 1 sampai
N dan jarak antar titik i dan titik j ditandai dengan d (i, j) di mana:
d (i, j) = { X (i) – X
}
+ { Y (i) – Y
}
b)
Perkiraan
jumlah dan tipe kapal
Jumlah
muatan dan tipe kapal merupakan faktor yang penting dalam perhitungan jumlah kapal
yang dibutuhkan. Prosedur perhitungan perkiraan jumlah dan tipe kapal adalah
sebagai berikut:
1)
Menghitung
produksi jasa angkutan kapal untuk suatu rute dalam satu tahun
Kecepatan
kapal per jam untuk tipe kapal 100 BRT dan tipe 175 BT adalah 9 knot, serta
tipe 250 BRT adalah 10 knot. Besarnya produksi jasa angkutan untuk setiap tiap
kapal pada setiap rute dihitung dengan menggunakan rumus:
PK = JTRPKB x KAK x F
Di
mana :
JTRPKB = jarak tempuh rute pelayaran kapal
barang
KAK = 0,8* TP
TP = tipe kapal
F = frekuensi jam pelayaran
dalam satu tahun ( CD/(SD + PD))
CD = jumlah jam pelayaran per
tahun
PD = jumlah hari berlabuh dalam
satu rute ( HB x 24)
HB = rata-rata hari berlabuh
JP = jumlah pelabuhan yang
disinggahi
SD = hari berlayar dalam satu
pelayaran (JTRPKB / (SP x 24))
SP = kecepatan jelajah kapal
(knot)
PK = produksi kapal
Data
pengoperasian armada kapal barang adalah sebagai berikut:
·
Hari
berlayar (comission days) dalam 1 tahun = 340 hari.
·
Kapasitas
angkut kapal = 8% dari ukuran kapal.
·
Waktu
bongkar muat tiap pelabuhan (port days)
= 3 hari.
2)
Menghitung
kapasitas arus lalu lintas barang dalam ton mil
Rumus
yang digunakan adalah:
JM = Q (i, j) x D (i, j)
Di
mana : Q (i, j) = muatan dari
pelabuhan i ke pelabuhan j.
D (i, j) = jarak tempuh
pelayaran dari pelabuhan i ke j.
3)
Menghitung
jumlah kapal, investasi, dan produktivitas kapal
Rumus
yang digunakan adalah:
JK = JM / PK
Di
mana:
JK = jumlah kapal yang dibutuhkan
TPK = total produksi jasa angkutan kapal dalam
1 tahun (ton mil)
= JK x PK
PTK = produktivitas kapal per tahun
= ( JM / TPK) x 100
INV = investasi yang ditanamkan
= JK x HPK
HPK = harga kapal
Setelah
diperoleh jumlah, investasi, dan produktivitas kapal untuk setiap kapal yang
ada, maka dilakukan pemilihan tipe dan jumlah kapal berdasarkan kriteria:
*
Investasi
terkecil yang ditanamkan.
*
Produktivitas
kapal yang paling besar.
2.5. Unitisasi Dalam Angkutan Laut
Ø Cargo Unitization dalam angkutan
laut
Unitization muatan meliputi
berbagai cara agar sejumlah muatan berukuran kecil digabung jadi satu kesatuan
dan dapat dikerjakan sebagai satu kesatuan dengan ukuran-ukuran tertentu.
Tujuan dari unitization adalah untuk menyederhanakan proses bongkar / muat
dengan menghilangkan pekerjaan bongkar / muat koli-koli yang kecil dan secara
demikian dapat mereduksi biaya transport secara menyeluruh (over-all cost).
Ø Economic and Cargo Unitization
Unitisasi kargo memberikan dampak
terhadap jasa angkutan dan pelabuhan / terminal. Dampak unitisasi jasa angkutan
terhadap:
·
Angkutan
jalan raya menggunakan truck deck/head truck + trailer (beban jalan raya + 10
ton).
·
Kereta
api menggunakan gerbong datar dengan tambahan locker.
·
Kapal
Dampak unitisasi jasa pelabuhan /
terminal terhadap:
·
Pelabuhan
ü
Draught,
dermaga dan lapangan penumpukan.
ü
Peralatan
handling yang digunakan.
ü
Manajemen
operasi.
·
Terminal
pedalaman
ü
Area
penumpukan.
ü
Peralatan
handling.
ü
Dokumen
dan prosedur.
2.6. Fungsi dan Peranan Pelabuhan Serta Perkembangannya
Pelabuhan merupakan
suatu unit transportasi dan unit ekonomi yang berperan untuk merangsang
pertumbuhan dan perkembangan perdagangan/ perekonomian yang terdiri atas
kegiatan penyimpanan, distribusi, pemrosesan, pemasaran, dan lain-lain.
Pelabuhan
menyediakan jasa-jasa bagi kapal dan muatan agar tidak terjadi hambatan dalam
pelayaran kapal dan arus barang serta arus penumpang. Dalam memberikan
jasa-jasa pelabuhan, maka pelabuhan memiliki beberapa prasarana, yaitu dermaga,
terminal, gudang, lapangan penimbunan, navigasi dan telekomunikasi, peralatan
bongkar muat, dan perkantoran.
Peranan pelabuhan
meliputi sebagai berikut:
·
Untuk
melayani kebutuhan perdagangan internasional dari daerah dimana pelabuhan
tersebut berada.
·
Membantu
berputarnya roda perdagangan dan pengembangan industri regional.
·
Menampung
pangsa pasar yang makin meningkat dari lalu lintas internasional, baik
transhipment maupun barang.
·
Menyediakan
fasilitas transit untuk daerah belakang atau daerah/ negara tetangga.
Di seluruh Nusantara
terdapat 336 pelabuhan besar dan kecil yang terdiri atas 51 pelabuhan laut, 38
pelabuhan pantai yang terbuka untuk ekspor-impor, 164 pelabuhan pantai umum, 67
pelabuhan pantai khusus, 16 pelabuhan khusus.
Dari
pelabuhan-pelabuhan tersebut hanya 87 pelabuhan yang dikelola oleh PT.
Pelabuhan Indonesia, yang dibedakan atas kelas I s/d V pelabuhan, yaitu kelas I
sebanyak 4 pelabuhan, kelas II 15 pelabuhan, kelas III 21 pelabuhan, kelas IV
31 pelabuhan, dan kelas V 16 pelabuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Di Indonesia
peranan angkutan laut sangat penting artinya karena indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki 17.508 pulau. Ciri-ciri pengangkutan laut adalah
sebagai berikut:
a)
Jumlah
muatan barang maupun penumpang yang diangkut dalam jumlah yang besar dan jarak
yang jauh.
b)
Biaya
angkutan relatif lebih murah atau rendah.
c)
Kecepatan
berlayar rendah atau lambat, hanya mencapai 15 – 20 mil laut/jam.
d)
Banyaknya
handling cargo yang mengalami beberapa kali pengalihan pada waktu dimuat ke
kapal sampai dengan tujuan.
Pelabuhan merupakan
suatu unit transportasi dan unit ekonomi yang berperan untuk merangsang
pertumbuhan dan perkembangan perdagangan/ perekonomian yang terdiri atas
kegiatan penyimpanan, distribusi, pemrosesan, pemasaran, dan lain-lain.
Peranan pelabuhan
meliputi sebagai berikut:
·
Untuk
melayani kebutuhan perdagangan internasional dari daerah dimana pelabuhan
tersebut berada.
·
Membantu
berputarnya roda perdagangan dan pengembangan industri regional.
·
Menampung
pangsa pasar yang makin meningkat dari lalu lintas internasional, baik
transhipment maupun barang.
·
Menyediakan
fasilitas transit untuk daerah belakang atau daerah/ negara tetangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar