Sabtu, 03 September 2011

Add caption
BAB I

KELEMBAGAAN PENDUKUNG AGRIBISNIS



A.         LEMBAGA-LEMBAGA PENDUKUNG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

         Keberdaan kelembagaan pendukung pengembangan agribisnis nasional sangat penting untuk menciptakan agribisnis Indonesia yang tangguh dan kompetitif. Lembaga-lembaga pendukung tersebut sangat menentukan dalam upaya menjamin  terciptanya integrasi agribisnis dalam mewujudkan tujuan pengembangan agribisnis. Beberapa lembaga pendukung pengembangan agribisnis  adalah:
 (1) pemerintah
(2) lembaga pembiyataan
(3) lembaga pemasaran dan dsitribusi
(4) koperasi
(5) lembaga pendidikan formal dan informal
(6) lembaga penyuluhan
(7) lembaga Riset Agribisnis
(8) lembaga penjamin dan penanggungan resiko.





B.    PERANAN LEMBAGA-LEMBAGA PENDUKUNG PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS


(1) Pemerintah
           Lembaga pemerintah mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, memiliki wewenang, regulasi dalam menciptakan lingkungan agribinis yang kompetitif dan adil.
 (2) Lembaga pembiayaan
       Lembaga pembiayaan memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan modal investasi dan modal kerja, mulai dari sektor hulu sampai hilir. Penataan lembaga ini  segera dilakukan, terutama dalam membuka akses yang seluas-luasnya bagi pelaku agribisnis kecil dan menengah yang tidak memilki  aset yang cukup untuk digunkan guna  memperoleh pembiayaan usaha.
(3) Lembaga pemasaran dan disitribusi
    Peranan lembaga ini sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan agribinis, karena fungsinya sebagai fasilitator yang menghubungkan antara deficit unit (konsumen pengguna yang membutuhkan produk) dan surplus unit ( produsen yang menghasilkan produk.
(4) Koperasi
       Peranan lembaga ini dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyalur input-input dan hasil  pertanian. Namun di Indonesia  perkembangan KUD terhambat karena KUD dibentuk hanya untuk memenuhi keinginan pemerintah, modal terbatas, pengurus dan pegawai KUD kurang profesional.
(5) Lembaga pendidikan formal dan informal
       Tertinggalnya Indonesia  dibandingkan dengan negara lain, misalnya Malaysia, lemabaga ini sangat berperan sangat besar dalam pengembagan agribisnis dampaknya Malaysia sebagai raja komoditas sawit. Demikian juga Universitas Kasetsart  di Thailand telah berhasil melahirkan tenaga-tenaga terdidik di bidang agribisnis, hal ini dibuktikan dengan berkembangnya agribisnis  buah-buhan dan hortikultura yang sangat pesat. Oleh karena itu, ke depan  pemerintah hanyalah sebagai fasilitator bukan sebagai pengatur dan penentu meknisme sistem pendidikan. Dengan demikian diharapkan lembaga pendidikan tinggi akan mampu menata diri dan memiliki ruang gerak yang luas tanpa terbelenggu oleh aturan main yang berbelit-belit.

(6) Lembaga penyuluhan
          Keberhasilan Indonesia berswasembada  beras  selama kurun waktu 10 tahun (1983-1992) merupakan hasil dari kerja keras lembaga ini yang konsisiten  memperkenalkan berbagai program, seperti Bimas, Inmas, Insus, dan Supra Insus. Peranan lembaga ini akhir-akhir ini menurun sehingga perlu penataan dan upaya  pemberdayaan kembali dengan deskripsi yang terbaik. P peranannanya bukan lagi sebagai penyuluh penuh, melainkan lebih kepada fasilitator dan konsultan pertanian rakyat.
(7) Lembaga Riset Agribinis
       Lembaga ini jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan negara lain yang dahulunya berkiblat ke Indonesia. Semua lembaga riset yang terkait dengan agribinis harus diperdayakan dan menjadikan ujung tombak untuk mengahasilkan komoditas yang unggul dan daya saing tinggi. Misalnya Meksiko dapat memproduksi buah avokad yang warna daging buahnya kuning kehijau-hijauan, kulit buah bersih dan halus, dan bentuk buah yang besar dengan biji yang kecil.
(8) Lembaga penjamin dan penanggungan resiko.
        Resiko dalam agribisnis tergolong besar, namun hampir semuanya dapat diatasi dengan teknologi dan manajemen yang handal. Instrumen heading dalam bursa komoditas juga perlu dikembangkan guna memberikan sarana penjaminan bebagai resiko dalam agribisnis dan industri pengolahannya.
KESIMPULAN (KOMENTAR)

Proses yang melibatkan kelembagaan, baik dalam bentuk lembaga organisasi maupun kelembagaan norma dan tata pengaturan, pada umumnya masih terpusat pada proses pengumpulan dan pemasaran dalam skala tertentu. Bagi sebagian besar wilayah eksistensi kelembagaan pertanian dan petani belum terlihat perannya. Padahal fungsi kelembagaan pertanian sangat beragam, antara lain adalah:

·         sebagai penggerak
·         penghimpun
·         penyalur sarana produksi
·         pembangkit minat dan sikap
·         dan lain-lain.

Elemen kelembagaan yang berperan adalah kelembagaan dalam bentuk lembaga organisasi dan kelembagaan norma. Salah satu penampilan (manifestasi) kelembagaan pertanian lokal yang mampu menjangkau petani kecil di wilayah pedesaan Indonesia adalah lembaga penyalur sarana produksi informal dalam bentuk penjaja kredit keliling. Lembaga ini merupakan lembaga non-organisasi dan dioperasikan oleh individuindividu yang mampu menjalin kepercayaan pengambil kredit dengan berbagi norma dan perilaku yang diterima secara sosial. Kondisi saling mempercayai ini merupakan jaminan akan kelancaran penyaluran kredit, pembayaran kembali, penjualan hasil pertanian dan proses alih informasi dan teknologi.
Elemen kelembagaan sebagai salah satu elemen penting dalam upaya peningkatan keterampilan dan perbaikan kemampuan produksi petani sering terlupakan karena peran nyatanya dalam proses produksi sering berada dalam posisi marginal. Sejauh ini upaya peningkatan produksi pertanian senantiasa dikaitkan dengan penerapan dan jenis teknologi yang dinilai sesuai dengan tujuan produksi, padahal peran kelembagaan dan lembaga pertanian dalam proses penyebaran dan adopsi-inovasi teknologi pertanian masih sangat kuat. Lebih jauh lagi pada hierarki sosial tertentu, proses penyaluran informasi dan teknologi tidak dapat dilepaskan dari eksistensi dan peran kelembagaan dan situasi sosial tertentu. Dengan demikian upaya penelitian dan pengamatan elemen kelembagaan dan perannya dalam proses pengembangan dan perkembangan produksi pertanian diharapkan mampu meningkatkan input untuk penyusunan program dan kebijakan regional dan nasional.









BAB II
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

1. Pengembangan Agribisnis Nasional
          Pengembangan agribisnis merupakan salah satu andalan utama Indonesia untuk keluar dari krisis, memulihkan ekonomi yang tengah dilanda krisis, sekaligus mengarahkan pembangunan ekonomi untuk membentuk struktur ekonomi Indonesia yang baru. Agribisnis memiliki potensi untuk menjawab tantangan-tantangan, dalam hal ini pengembangan agribisnis perlu memadukan pengembangan agribisnis  sebagai:
(1) pengembangan unit-unit bisnis, yang mengusahakan kegiatan bisnis dalam sistem agribinis petani, pedagang pengumpul, pedagang eceran, perusahaan eksportir, perusahaan industri, perkebuanan, koperasi dll.
(2) pengembangan unit-unit bisnis  dalam satu sistem agribinis: petani, pedagang, pabrik,          eksportir, bank, penyuluhan, angkutan dll.
(3) pengembangan kumpulan unit bisnis dan atau kumpulan sistem agribinis dalam satu wilayah regional atau nasional.
           Untuk mengembangkan sektor agribisnis nasioanal perlu langkah-langah:
(1) reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi.
(2) kebijakan  bahan pangan murah yang dipaksakan.
(3) reformasi pengelolaan sektor agribinis yang integratif.
(4) pengembangan agribinis yang interasi vertical.
           Cara yang efektif dan efisien untuk memperdayakan ekonomi rakyat adalah mengembangkan kegiatan ekonomi yang menjadi tumpuan kehidupan ekonomi sebagaian besar rakyat yaitu agribisnis.Upaya pembenahan sektor agrisbisnis nasional, akan berhasil dengan bertumpu pada enam strategi :
(1) pengembangan agroindustri sebagai motor penggerak.
(2) pemasaran.
(3) pengembagnan sumber daya agribisnis.
(4) pemantapan dan pengembangan struktur sistem agribinis sendiri.
(5) pengembagnan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribinis daerah.
(6)  pengembangan infrastruktur agribis yang sesuai.
2. Pengembangan Agribinis Daerah
            Dilihat dari kepentingan invesatasi, maka pengembangan agribinis mengharapkan beberapa hal yang bersifat mendasar:
·         adanya kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang kondusif, dalam arti kebijakan yang ada memiliki sinkronisasi satu dengan lainnya serta transparansi.
·         menghilangkan ekonomi biaya tinggi, yang disebabkan oleh berbagai pungutan dan hambatan birokras.
·         pengembangan infrastruktur yang sesuai dengan potensi agribisins wilayah.
·         adanya informasi yang lebih lengkap dan terbuka  mengenai potensi dan kondisi agribis yang ada.
3. Pengelolaan Sunberdaya Agribisnis
          Penerapan pola strategi pengembangan memberikan beberapa indikasi strategis yang perlu diperhatikan:
(a)    kesejahteraan yaitu kemampuan memenuhi kebutuhan hidup yang merupakan hak azazi yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Dalam hal ini daya beli dan kondisi kehidupan petani, seperti kondisi rumah, tingkat kesehatan, pendidikan, harus menjadi parameter kinerja pembngunan pertanian.
(b)   Pemenuhan kebutuhan hidup tidak dapat dilakukan dengan pengadaan komoditas, tetapi melalui pengadaan produk bermutu. Oleh karena itu harus dilakukan dengan pendekatan sistem agribisnis yang utuh dan komprehensif.
      Tantangan pembangunan  agribinis adalah membangun keunggulan komparatif pertanian berbasis keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dapat dicapai jika faktor pendorong adalah inovasi dan kreativitas (inovation driven) yang sejalan dengan peran tenaga kerja berbasis pengetahuanm (knowledge based labour) yang lebih dominan.

KESIMPULAN (KOMENTAR)
Pembangunan pertanian khususnya untuk pengembangan agribisnis masih berhadapan dengan banyak kendala. Diantaranya adalah :

 pertama, belum tampak secara riel usaha pemerintah untuk mengembangkan industri pertanian secara sungguh-sungguh. Kebijaksanaan pertanian masih mengutamakan hanya peningkatan produksi tanaman pangan, belum banyak menyentuh jenis komoditas pertanian lainnya seperti palawija ataupun tanaman perkebunan.

Kedua, kurangnya iklim usaha yang dapat merangsang investor untuk mengembangkan bidang ini, seperti masih terbatasnya sarana pemasaran seperti transportasi jalan, listrik dan fasilitas pascapanen, demikian pula keterbatasan prasarana permodalan dan perkreditan, tenaga ahli yang mampu melayani kegiatan-kegiatan sektor ini setelah pascapanen beserta pengolahannya, serta ketidakteraturan penyediaan bahan baku sehubungan dengan masalah jumlah dan mutu sesuai kebutuhan.

Ketiga, masih relatif besarnya resiko bagi sektor ini, sebagai akibat musim, hama penyakit dan ketidakpastian pasar, yang mana tidak dibarengi oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan perlindungan dan bantuan yang sesuai dan pantas untuk menghadapi resiko-resiko tersebut.

Oleh karena itu, pengembangan sektor agribisnis diperlukan beberapa langkah strategi yang bersifat umum dan spesifik. Strategi yang bersifat umum diantaranya : penentuan prioritas daerah atau wilayah dan komoditas yang harus dikembangkan; penentuan dan perencanaan secara rinci sejak produksi, penggunaan hasil, hingga pemasaran; serta penyediaan informasi tentang potensi daerah terutama diperuntukkan bagi para investor.

Strategi yang bersifat spesifik berupa pentingnya penyusunan strategi pengembangan agribisnis dalam kerangka konsep kemitraan dalam arti luas antara kegiatan produksi dengan pemasarannya serta berbagai faktor pendukung lainnya, yang direkat dengan legalitas hokum yang dinamis dan aplikatif.

BAB III

AGRIBISNIS DAN PEMBANGUNAN EKONOMI


1.             Agribisnis dan Pilihan Strategi Pembangunan

         Krisis multi dimensi yang tahun 1997-2000 yang melanda Indonesia merupakan momentum yang sangat baik untuk mengkaji ulang atas strategi pembangunan yang selama ini dilakukan. Penyebab utama krisis tersebut karena  pembangunan ekonomi tidak bertumpu dan menguatkan fundamen ekonomi Indonesia. Bagi Indonesia kegiatan yang berbasis pada pemanfaatan sumberdaya hayati yang dikuasai dan dikelola sebagian besar rakyatlah yang menjadi fundamen ekonominya. Lebih 95 % pengusaha di Indonesia adalah pengusaha agribinis  dan sekitar 80 % dari jumlah penduduk menggantungkan kehidupan ekinomi pada sektor ini.

2.             Agribisnis  dan Pembangunan Pertanian    

  Pentingnya pertanian dalam perekonomian  nasional tidak dapat dilihat dan dihutung hanya dengan menghitung kontribisi  produk pertanikan primer dalam GDP (Gross Domestik Produk) dan ekspor seperti selama ini, karena sebagian besar produk pertanian primer diolah  menjadi  produk olahan pada indiustri.
3.             Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

           Sebagai usaha yang memanfaatkan sumberdaya alam, pembangunan pertanian adalah manifestasi dari proses modernisasi pertanian  pertanina yang berdimensi usahatani, komoditas, wilayah  dan lingkungan hidup. Tidak hanya dalam usahatani, komoditas dan kewilayahan berlangsung saling ketergantungan berskala global, tetapi juga dalam aspek lingkunagan kemajuan peradaban manuasia telah membawa umat maniusia kepada bahaya entropi yang perlu diwaspadai.

1. Kepedulian Bersama Global (Global Common Concern)
              Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu paradigma yang lahir dari kesadaran bahwa pengelolaan sumberdaya alam yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerugian bagi manusia berupa rusaknya lingkungan karena dorongan insentif ekonomi dan penggunaan teknologi yang menimbulkan kerusakan linkungan    serta mengancam keberadaan manusia di muka bumi dalam perespektif jangka panjang.
           Globalisasi ternyata tidak selalu menciptakan peluang    tetapi juga menyebabkan kendala akses seperti yang dialami oleh negara-negara yang belum siap memasuki era globalisasi.    Kondisi ini bertambah parah karena ternyata muncul  proteksi baru yang legal dalam aturan perdagangan internasional, tetapi merupakan hambatan-hambtan  teknis (technical barriens) bagi negara yang sedang berkembang.Termologi yang biasa digunakan dalam peraturan suatu negara bagi penerapan non tarif barrriens tersebut adalah ketentuan yang menyangkut  Sanitary and Phytosanitary Measures (SPM) Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Ecolabelling.
2. Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan

           Pembangunan pertanian yang ramah lingkungan diartikan sebagai pembagnuan yang tidak anatagonis dengan daya dukung (Iklim, tanah, air, dan semua biota yang meliputi transmisi atau pendauran energi dan unsur hara, serta pengaruh parasit, penyakit dan berbagai macam pemangsaan)  yang menopang sebuah komunitas.
          Konsep pertanian yang berkelanjutan dengan masukan luar rendah yang mempunyai prinsip pengelolaan ekosisitem sbb:


·         Menjamin kondisi tanah yang mendukung bagi pertumbuhan tanaman
·         Mengoptimalkan ketersediaan unsur hara, menyeimbangkan arus unsur  hara melalui pengikatan nitrogen, pemompaan unsur hara, daun ulang dan pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap

·         Meminimkan kerugian akibat sebagi akibat radiasi matahari, udara dan air dengan cara penelolaan iklim mikro, pengelolaan air, dan pengendalian erosi.

·         Meminimkan serangan hama dan penyakit.

·         Saling melengkapi dan sinergi dalam pemggunaan sumberdaya genetik yang mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional yang tinggi.

KESIMPULAN (KOMENTAR)

Menurut teori ekonomi sederhana, nilai moneter dari suatu produk akan terbagikan habis (exhausted) kepada pembayaran faktor-faktor produksi yang terlibat dalam menghasilkan produk yang bersangkutan. Oleh karena itu, agar manfaat ekonomi dari pembangunan ekonomi daerah dapat dinikmati secara nyata oleh rakyat daerah yang bersangkutan, maka kegiatan ekonomi yang dikembangkan dalam pembangunan ekonomi daerah haruslah kegiatan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya yang terdapat atau dikuasai/dimiliki daerah yang bersangkutan.

Saat ini, sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh rakyat di setiap daerah adalah sumber daya agribisnis, yaitu sumber daya agribisnis berbasis tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Oleh karena itu, cara yang paling efektif untuk mengembangkan perekonomian daerah adalah melalui pengembangan agribisnis. Pengembangan agribisnis yang dimaksud bukan hanya pengembangan pertanian primer atau subsistem on farm agribusiness, tetapi juga mencakup subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness), yaitu industri-industri yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer, seperti industri pembibitan/perbenihan, industri agro-otomotif, industri agro-kimia, dan subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness), yaitu industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi  produk olahan beserta kegiatan perdagangannya.

Pengembangan agribisnis di setiap daerah harus juga disertai dengan pengembanganorganisasi ekonomi, khususnya rakyat petani, agar manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat benar-benar dinikmati oleh rakyat dan daerah. Di masa lalu, rakyat petani (bahkan daerah sentra-sentra agribisnis) hanya menikmati nilai tambah dari subsistem on farm agribisnis yang umumnya relatif kecil. Nilai tambah yang paling besar, yakni pada subsistem agribisnis hulu dan hilir, dinikmati oleh para pedagang atau pengusaha luar daerah. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pendapatan petani tetap rendah dan ekonomi daerah sentra-sentra agribisnis kurang berkembang.